SEMARANG


Venetie Van Java atau Venisianya Pulau Jawa merupakan salah satu julukan yang di berikan kepada kota Semarang oleh orang- orang Belanda jaman dulu. Banyaknya sungai yang mengalir di Kota Semarang membuat slogan ini sangat cocok untuk Semarang, walau sebenarnya admin kadang berfikir, kenapa tidak kota Venisia saja yang berjulukan Semarang Van Itaniano, hehe. Semarang merupakan kota terbesar kelima di Indonesia sekaligus menjadi ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Membicarakan mengenai social budaya, Semarang sebenarnya memiliki keadaan social budaya yang beragam, walai di dominasi oleh orang Jawa, tapi di semarang terdapat komunitas etnis tionghoa terbesar yang kini telah berbaur dengan warga asli kota Semarang, yaitu suku jawa. Karena adanya perbedaan inilah, tempat wisata di Kota Semarang kebanyak berupa tempat peribadatan yaitu masjid peninggalan sejarah, dan klenteng tempat beribadat suku tionghoa. Namun tak hanya wisata heritage, Semarang juga memiliki tempat wisata berkonsep alam. Berikut beberapa tempat wisata yang wajib di kunjungi bila sobat traveler melancong ke Semarang.


LAWANG SEWU

Jika di artikan kedalam Bahasa Indonesia, Lawang Sewu memiliki arti Seribu Pintu. Gedung ini merupakan gedung bersejarah di Indonesia. Lawang Sewu dibangun pada tanggal 27 Februari 1904 dengan nama Het Hoofdkantor Van de Nedherlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), cukup panjang dan kita harus bersukur karena namanya berubah jadi Lawang Sewu, lebih easy listening dan mudah di ingat. Hehe.. Nama Lawang Sewu sebenarnya pemberian dari warga setempat, karena bangunan ini memiliki pintu yang sangat banyak, walau sebenarnya jumlah pintunya tidak mencapai seribu. Padahal apa yang dilihat masyarakat sekitar bukanlah pintu, melainkan jendela. Memang bangunan ini memiliki banyak jeldela yang menjunga tinggi sehingga menyerupai pintu. Pada masa setelah kemerdekaan, bgangunan kuno dan megah berlantai dua ini di pakai sebagai Kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang lebih dikenal PT.Kereta Api Indonesia.

Bukan Indonesia jika bangunan tua tidak memiliki cerita misti, gedung yang dulu pernah masuk acara misteri salah satu  stasiun TV swasta ini memang memiliki cerita mistis yang cukup menarik bahkan ada beberapa orang saksi yang telah melihat penampakan. Berdasarkan pengakuan dari warga sekitar, kawasan Lawang Sewu merupakan tempat bermukimnya ribun makhluk gaib. Bahkan, di tempat- tempat tertentu seperti sumur tua, pintu utama, lorong- lorong, penjara berdiri, penjara jongkok, ruang utama serta yang terseram adalah ruangan penyiksaan. Tapi itu cerita lama, karena saat ini Lawang Sewu telah di pugar dan diberi pencahayaan yang baik, sehingga kesan mistis dari bangunan ini telah hilang.


KELENTENG SAM POO KONG

Jika sobat traveler berkunjung ke Semarang, jangan pernah melewatkan destinasi ini, karena klenteng ini memiliki banyak nilai sejarah dan dapat dikatakan cukup unik. Kelenteng Gedung Batu Sam Poo Kong merupakan sebuah tempat persinggahan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He atau Cheng Ho. Menurut cerita, pada awal abad 15 Laksamana Cheng Ho melakukan pelayaran untuk mensyiarkan ajaran islam menyusuri pantai utara laut jawa. Hingga pada sebuah semenanjung, Laksamana Cheng Ho memutuskan untuk mendarat dengan menyusuri sungai dikarenakan pada saat itu banyak awak kapal yang terkena penyakit. Sungai yang saat ini bernama sungai Kaligarang akhirnya mengantarkan Laksamana menepi di sebuah desa bernama Simongan. Karena kondisi saat itu tidak memungkinkan, akhirnya laksamana memutuskan menetap sementara guna mengobati awak kapal yang terkena penyakit. Dilokasi tempat mendarat tersebut, laksamana menemukan sebuah gua batu dan di pergunakan untuk tempat beribadah. Singkat cerita, setelah beberapa lama, akhirnya Laksamana Cheng Ho memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyiarkan agama islam. Tapi karena persinggahan Laksamana cukup lama, banyak awak kapalnya yang berbaur dan bahkan menikah dengan warga local. Sehingga banyak pula awak kapal dari Laksamana Cheng Ho yang memutuskan untuk menetap selamanya dan tidak ikut berlayar.

Siapa yang menyangka, Kelenteng ini pada awal pembangunannya merupakan sebuah Masjid, terbukti dengan adanya tulisan “Marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Quran.”. Selain itu, bangunan ini memiliki perbedaan dengan kelenteng pada umumnya, Kelenteng Sam Poo Kong merupakan bangunan tunggal beratap susun yang tidak memiliki serambi terpisah. Hal ini semakin menguatkan fungsi utama bangunan ini pada awalnya adalah Mesjid.

Nama kelenteng Sam Poo kong tidak hanya terkenal di dalam negri saja, tapi sudah melanglang buana ke luar negeri terutama di China. Kelenteng ini merupakan klenteng tertua yang ada di Kota Semarang, yang paling unik dari destinasi ini adalah adanya terowongan klenteng yang menceritakan perjalanan Laksamana Cheng Ho hingga sampai di Jawa. Cerita perjalanan ini bisa anda lihat di sepanjang dinding gua batu yang di pahat.

Perayaan tahunan peringatan pendaratan Cheng Ho merupakan salah satu agenda utama di Kota Semarang yang bertahan hingga saat ini dan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan.


VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG

Proses pembangunan Vihara Buddhagaya Watugong mempunyai sebab yang cukup panjang. Awalnya sekitar kurang lebih 500 tahun sesudah keruntuhan kerajaan Majapahit sebagai kerajaan Budha, muncul berbagai kegiatan dan pristiwa yang menyadarkan bahwa warisan nenek moyang, yaitu Buddha Dharma agar kembali di praktekan oleh pemeluknya. Komplek Vihara Buddhagaya Watugong terdiri dari dua bangunan induk utama, yaitu Pagoda Avalokitesvara dan Dhammasala serta beberapa bangunan lain.

Pagoda Avalokitesvara yang biasa dikenal sebagai Pagoda Cinta dan Kasih Sayang ini didirikan dengan tujuan untuk menghormati Dewi Kwan Sie Im Po Sat yang dipercaya umat Buddha sebagai dewi kasih saying. Pagona ini terdiri dari 7 tingkat dengan tinggi 7 meter. Hal ini dimaksud sebagai lambing kesucian yang di capai petapa selah mencapai tingkat ke tujuh. Terdapat 30 patung didalam pagoda ini, diantaranya patung Dewi Kwan Im, Panglima We Do dan Patung Amithaba. Selain itu, pagona ini digunakan untuk ritual Tjiam Shi untuk mengetahui nasib manusia.

Bangunan selanjutnya adalah Vihara Dhammasala, terdiri dari dua lantai dimana setiap lantai memiliki fungsi yang berbeda, lantai pertama adalah aula sebaguna yang mempunyai panggung di bagian depannya, sedangkan lantai kedua terdapat ruang Dhammasala yang digunakan untuk ibadah umat Buddha. Didalam bangunan ini terdapat patung Buddha duduk berwarna emas berukuran besar. Vihara ini dikelilingi pagar dengan ukiran cerita tentang Paticca Samuppada atau cerita proses kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal dunia.

Jika sobat traveler berkunjung ke tempat ini, sobat traveler diharuskan untuk melakukan ritual dengan menginjak relief ayam, ular, dan babi. Relif hewan ini diyakini melambangkan keserakana, kebencian, kemalasan, dan dengan menginjakan kaki ke relif hewan tadi, di harapkan manusia dapat meninggalkan karakter buruk tersebut. Berkunjunglah sekitar jam 07.00-21.00 dan jangan lupa untuk menggunakan pakaian tertutup, menjaga ucapan saat berkunjung, dan jika sobat traveler ingin bermalam disini, didepan Vihara Buddhagaya terdapat cottage untuk menginap yang disediakan oleh pungurus Vihara, dengan tariff seikhlasnya saja, karena pengurus Vihara tidak mematok tariff retribusi.

MASJID AGUNG JAWA TENGAH

Pada awalnya, pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah setelah kembalinya tanah benda atau tanah wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang yang telah lama taktentu nasib dan rimbanya. Jadi keberadaan bangunan masjid ini tak lepas dari Masjid Besar Kauman Smarang. Dengan perjuangan yang cukup panjang dari berbagai pihak, akhirnya tanah wakaf tersebut kembali, dan pada tanggal 6 Juni 2001, Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah untuk menangani berbagai masalah. Hingga pada akhirnya pada tahun 2006 Masjid ini berdiri di lahan sebesar 10 Hektare dan di resmikan oleh Presiden Indonesia pada saat itu, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Di arsiteki oleh Ir. H. Ahmad Fanani, bangunan Masjid Agung Jawa Tengah mengambil gaya arsitektural campuran Jawa, Timur Tengah, dan Romawi. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun di bagian ujungnya dilengkapi dengan kubah dengan diameter 20 meter di tambah 4 menara yang masing- masingnya memiliki tinggi 62 meter. Dari bangunan ini gaya Romawi dapat terlihat dari bangunan 25 pilar yang melambangkan jumlah nabi dan rasul di pelataran masjid. Pilar ini bergaya kolosium Athena di Romawi dengan di hiasi kaligrafi yang indah.


Pembanguna Masjid Agung Jawa Tengah ini selain disiapkan sebagai tempat ibadah juga dipersiapkan sebagai objek wisata religi. Untuk menunjang hal tersebut, Masjid Agung Jawa Tengah ini telah dilengkapi dengan wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas, sehingga para peziarah dapat bermalam dengan memanfaatkan fasilitas ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM