Indonesia merupakan salah negara yang pernah dijajah
oleh berbagai negara dengan waktu yang cukup lama. Memang ini merupakan sejarah
kelam negeri ini, tapi jika kita mau mengambil sisi positifnya saat ini, sisa-
sisa penjajahan tersebut dapat menjadikan satu daya tarik wisata. Sebetulnya,
tanpa harus di jajah Indonesia sudah memiliki peninggalan sejarah yang cukup
banyak, seperti candi, stupa, masjid, klenteng yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Salah satu provinsi yang sempat begejolak pada masa
penjajahan salah satunya Provinsi Jawa Barat. Tercatat banyaknya perlawanan
yang dilakukan orang- orang dari tanah sunda kepada Penjajah, bahkan Bandung
sebagai Ibu Kota Provinsi sempat di bumi hanguskan, setelah munculnya ultimatum
dari Belanda. Para pejuang Bandung yang tidak rela jika harus menyerahkan
tanahnya, terpaksa harus membumi hanguskan dan saat ini terkenal sebagai tragedy
Bandung Lautan Api. Tapi walau begitu, Bandung masih memiliki banyak bangunan dengan
nuansa Art Deco. Berikut beberapa bangunan di dengan nuansa Art Deco di Bandung
yang dapat sobat traveler nikmati dan yang tentunya dapat memperindah tampilan
foto profile media social sobat traveler.
Baca Juga : Paket Wisata Bandung Murah
Sobat traveler tidak usah membayangkan gadung ini memiliki
bentuk seperti sate, atau gedung dimana tempat berkumpulnya pedagang dan
pembeli sate, bukan. Gedung ini memiliki ornament tusuk sate pada menara
sentral, sehingga terkenallah gedung ini dengan sebutan Gedung Sate. Pada masa
pendudukan Hindia Belanda, Gedung Sate disebut Gouverments Bedrijven (GB) yang saat ini di fungsikan sebagai pusat
pemerintahan Jawa Barat. Pada tahun
1920 peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri
sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur
Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum. Gedung ini merupakan hasil
perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan
lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks
serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan
melibatkan 2000 pekerja. Gedung Sate merupakan icon Jawa Barat khususnya Kota
Bandung, yang saat ini kecantikan dan kemegahannya telah dikenal di seluruh
Indonesia bahkan dunia.
JALAN BRAGA
Braga merupakan nama sebuah jalan yang terdapat di
kota Bandung, Indonesia. Sejak jaman Hindia Belanda, jalan ini sudah cukup di
kenal hingga terus terkenal hingga kini. Jalan Braga pada saat dulu sempat di
sebut juga Jalan Culik, karena letaknya terdapat di kawasan pemukiman yang
cukup sepi dan rawan penculikan dan tindak kriminal. Jalan Braga menjadi ramai
karena banyaknya usahawan keturunan Belanda yang membuka toko- toko, bar, dan
tempat hiburan lainnya, kemudian pada dasawarsa 1920-1930an, mulailah
bermunculan toko butik atau toko pakaian yang mengambil model di kota Paris
Perancis, yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia, dan karena
itulah hingga kini Bandung di juliki juga sebagai Paris Van Java. Tak hanya slogan Paris Van Java, Jalan Braga juga
berjasa dalam memberikan brand image lainnya untuk Kota Bandung. Bandung Kota Kembang, mungikin untuk beberapa
orang Bandung dan luar Bandung sudah tidak asing dengan istilah tersebut, tapi
apakah sobat traveler tahu sejarahnya? Ternyata, istilah tersebut awalnya
terbentuk karena sisi kelam Kota Bandung. Semakin ramainya Jalan Braga di
datangi turis asing, mulailah bermunculan rumah bordil atau lokalisasi di
kawasan lampu merah (kawasan remang-
remang. Lokalisasi di kawasan Braga saat itu menjajakan wanita- wanita yang
memiliki paras rupawan bak setangkai bunga, hingga munculah istilah Bandung Kota Kembang. Semakin terkenal
dan ramainya jalan Braga sebagai satu tempat negatif, sehingga perhimpunan
masyarakat warga bandung saat itu membuat selembaran dan pengumuman berisi, “Pata Tuan- tuan Turis, sebaiknya tidak
mengunjungi Bandung apabila tidak membawa istri atau meninggalkan istri di
rumah”. Saat ini kondisi jalan Braga telah berubah menjadi kawasan pertokoan,
café, bar, hingga hotel namun tetap mempertahankan arsitektur lama pada masa
Hindia Belanda. Selain memancing minat wisatawan, jalan Braga juga sering di
jadikan tempan untuk shooting film dan foto prewedding.
GEDUNG MERDEKA
Gedung Merdeka pertama kali di bangun pada tahun 1895
dan di beri nama Societeit Concordia. Sejak awal diberdikannya, gedung ini
difungsikan sebagai tempat rekreasi dan sosialisasi oleh sekelompok masyarakat
Belanda yang bedomisili di Kota Bandung dan sekitarnya. Gedung ini menjadi
tempat hiburan pada akhir pekan, dimana saat menjelang malam hari, orang- orang
kaan berkumpul untuk berdansa, menonton pertunjukan seini dan makan malam. Pada
saat masa pendudukan Jepang, gedung ini berubah nama pula menjadi Dai Toa Kaman
namun dengan fungsi yang sama. Saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945, gedung ini dipergunakan sebagai markas pemuda Indonesia
guna menghadapi tentara Jepang yang saat itu enggan untuk menyerahkan
kekuasaannya.
Keputusan pemerintah Indonesia menjadikan Bandung
sebagai tempat diselenggarakannya Konferensu Asia Afrika pada tahun 1955 karena
letaknya yang strategis, selain berada di tengah kota, Gedung Merdeka juga
dekat dengan hotel terbaik yang ada di Bandung Pada saat itu, yaitu Hotel Savoy
Homann dan Hotel Preanger.
Bangunan ini dirancang oleh Van Galen Last dan C.P.
Eolff Schoemaker pada tahun 1926. Keduanya merupakan Guru Besar di Technisch
Hoogeschool te Bandoeng atau yang saat ini dikenal dengan Kampus Institute
Tekhnologi Bandung. Puncaknya, pada tahun 1980 Gedung ini kembali dipercaya
menjadi tempat peringatan KAA yang ke-25, sekaligus diresmikannya Museum
Konferensi Asia Afrika oleh Presiden Soeharto.
Jadi bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Gedung
Merdeka, bisa masuk kedalam, karena saat ini Gedung Merdeka di fungsikan
sebagai Museum.
VILLA ISOLA
Villa Isola pada awal pembangunannya pada tahun 1933
dimiliki oleh seorang hartawan Belanda berama Bominique Williem Barretty. Gedung
ini memiliki kemiripan dengan Gedung sate dan Gedung Utama ITB karena masih rancangan
oleh Prof. Charles Prosper Wolf Scoemaker. Pada masa pendudukan Jepang, gedung
ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jendral Hitoshi Imamura saat
menjelang Perjanjian Kalijadi dengan Pemerintahan Hindia Belanda yang membahas
pergantian pemerintahan di Kalijati, Subang pada tahun 1942. Villa Isola
terletak di pinggiran Kota Bandung bagian utara. Berlokasi pada tanah tinggi,
membuat orang yang berada di lantai 3 bangunan dapat melihat suasana Kota
Bandung.
Villa Isola tidak hanya menyuguhkan keindahan saja,
gedung ini memiliki suatu misteri juga. Villa Isola Bunker, konon gedung Isola
memiliki bungker dan terowongan bawah tanah yang panjang bahkan bisa keluar di
Kawasan Goa Belanda di Tahura Ir.H.Djuanda, Dago. Paling baru adalah sekumpulan
peralatan perang- mulai dari senapan hingga meriam sandang (bazooka) yang dulu
tersimpan di ruangan bawah tanak bangunan, yang saat ini di pajang di Museum
Pendidikan UPI di lantai V. Jadi bagi sobat traveler yang penasaran dengan
sejarah Villa Isola, sobat traveler dapat mengunjungi Museum Pendidikan UPI. Bagi
sobat traveler yang ingin berwisata dan masuk ke dalam gedung Isola, ada dua
cara, menjadi mahasiswa UPI atau mengajukan permohonan kunjungan terlebih dahulu. Karena
saat ini, Villa Isola digunakan sebagai Gedung Rektorat Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI Bumi Siliwangi).
BANK INDONESIA
Pada tahun 1828 De Javasche Bank didirikan oleh
Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan
mengedarkan uang, sedangkan Gedung Bank Indonesia Bandung dibangun tahun 1909. Setelah
Indonesia merdeka, pada tahun 1953 pemendintah meresmikan Undang-Undang Pokok
Bank Indonesia dan menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan
fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral.
Gedung Bank Indonesia Bandung salah satu bangunan art
deco yang masih terawat hingga sekarang, namun sayangnya karena gedung ini difungsikan
sebagai bank, tidak bisa dimasuki oleh sembarangan orang, apa lagi wisatawan.
Gedung ini berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan, dan bersebrangan dengan
Balai Kota yang saat ini telah di sulap oleh Kang Ridwan Kamil selaku Walikota
menjadi taman yang ramah anak dan banyak di kunjungi warga Bandung saat menjelang
sore. Jadi bagi sobat traveler yang ingin mengunjungi tempat ini, walau tidak
bisa masuk, tapi sobat traveler juga bisa sekaligus mengunjungi bangunan
bersejarah lainnya seperti Balai Kota dan Gereja Katedral Bandung.
Sebenarnya, Bandung masih memiliki banyak gedung
bersejarah peninggalan masa penjajahan, namun ada yang kondisinya masih terawat
dan ada juga yang sudah rusak atau tidak berbentuk dan rata dengan tanah. Untuk
bangunan lainnya, sobat traveler bisa cek disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar